*APA BOLEH BERIJTIHAD*
Bisa ya dan bisa tidak. Yang penting bukan hari ini atau zaman dulu, tetapi siapa yang berijtihad. Kalau yang melakukannya seorang ahli ijtihad yang ilmunya mumpuni, tentu saja boleh, malah wajib hukumnya. Meskipun sang mujtahid itu hidup di zaman sekarang.
Sebaliknya, meskipun hidup bersama Nabi SAW di Madinah, kalau dia bukan mujtahid dan tidak memiliki syarat-syarat sebagai mujtahid, tentu saja haram hukumnya berijtihad. Sebab orang yang tidak punya kapasitas untuk berijtihad, kalau ijtihadnya benar tetep tidak boleh diikuti. Apalagi kalau ijtihadnya salah, lebih haram lagi untuk diiikuti.
Berbeda dengan mujtahid betulan, kalau pun salah dalam berijtihad, dia tidak berdosa dan tetap mendapat pahala meski hanya satu. Dan kalau ijtihadnya benar, dia mendapat dua pahala sekaligus.
Jadi, boleh atau tidaknya berijtihad itu tidak ditentukan berdasarkan kapan dilakukan ijtihad, zaman dahulu atau zaman sekarang. Tetapi berdasarkan siapa yang melakukan ijtihad itu, apakah dia orang yang memenuhi syarat sebagai mujtahid atau bukan ?
Beulagey imum syafii malem jih, baro jeut di ijtihad, meunyoe hana bek macam macam dijak ijtihad.
Meunyoe S1, S2, S3 hanjeut keu imum syafii lom. Bek sok sok jeut keu imum syafii peugot mazhab droe.
Sebab kalau siapa pun orang masuk ke dalam ranah ijtihad, maka hasilnya pasti akan acak-acakan. Ibaratnya rumah sakit, yang bekerja di dalamnya harus dokter yang punya izin praktek resmi dan sah, bukannya malah rombongan dukun dan tukang santet yang meracau mengaku-ngaku sebagai ahli dalam pengobatan.
*SYARAT IJTIHAD*
1. Berpengetahuan luas tentang Al-Qur’an dan Ulumul-Qur’an (ilmu-ilmu Al-Qur’an) serta segala yang terkait, dalam intelektual maupun spiritual, cerdas dalam masalah hukum.
2. Memiliki ilmu yang cukup dalam mengenai ilmu hadist, terutama soal hukum dan menguasai sumber hukum, sejarah, maksud keterkaitan hadits itu dengan nas-nas Al-Qur’an.
3. Menguasai masalah-masalah atau materi dari pokok yang hukumnya telah sepakati oleh Ijma’ Sahabat dan ulama Salaf (dua generasi setelah para sahabat Rasulullah SAW).
4. Mempunyai wawasan luas tentang Qiyas dan dapat menggunakannya untuk Istimbath (menggali dan menarik kesimpulan) hukum.
5. Menguasai ilmu Ushuluddin (Dasar-dasar ilmu agama), Ilmu Manthiq (ilmu logika), Bahasa Arab dari segala unsur (Nahwu, Sharaf, Balaghah), dengan cukup sempurna.
6. Punya pengetahuan luas tentang Nasikh dan Mansukh (yang menghapus dan yang dihapus). Al-Qur’an plus Asbabun Nuzulnya (sebab-sebab turunnya Al-Qur’an) dan tartib turunnya ayat.
7. Mengetahui secara mendalam Asbabul Wurud (sebab-sebab turun) hadits, ilmu riwayat hadits, dan sejarah para perawi hadits, dan dapat membedakan berbagai macam hadits.
8. Menguasai kaidah-kaidah Ushul Fiqh (Dasar-dasar pemahaman hukum) yang akan di Istimbath-kan untuk menhasilkan hukum.
9. Berpengetahuan lengkap mengenai lima aliran pemikiran dan mempunyai pemahaman kesadaran yang menyeluruh atas realita masa kini, yakni mekanisme, ilmu dan teknologi, cara-cara kerja dari sistem politik dan ekonomi modern, serta kesadaran akan hubungan dan pengaruh mereka terhadap masyarakat budaya dan lingkungan.
10. Harus bersifat adil serta amanah dan taqwa, hidup dalam kesalehan dan kedisiplinan, serta mengenal manusia dan alam sekitarnya.
☝ Coba anda Tunjuk siapa yang punya syarat itu?, Ustad Mana?,
Maka, Wajib kita Bertaqlid Mazhab Para Imam yg 4. Kalo ada yg mengajak langsung kembali kpd Quran dan Hadis tanpa bermazhab dr hasil ijtihad Imam Mazhab, maka ia Bukan bagian dr Pengikut Salaf dan Ibadahnya tdk sesuai dgn Ajaran Nabi.
Wallahu'alam....
Bisa ya dan bisa tidak. Yang penting bukan hari ini atau zaman dulu, tetapi siapa yang berijtihad. Kalau yang melakukannya seorang ahli ijtihad yang ilmunya mumpuni, tentu saja boleh, malah wajib hukumnya. Meskipun sang mujtahid itu hidup di zaman sekarang.
Sebaliknya, meskipun hidup bersama Nabi SAW di Madinah, kalau dia bukan mujtahid dan tidak memiliki syarat-syarat sebagai mujtahid, tentu saja haram hukumnya berijtihad. Sebab orang yang tidak punya kapasitas untuk berijtihad, kalau ijtihadnya benar tetep tidak boleh diikuti. Apalagi kalau ijtihadnya salah, lebih haram lagi untuk diiikuti.
Berbeda dengan mujtahid betulan, kalau pun salah dalam berijtihad, dia tidak berdosa dan tetap mendapat pahala meski hanya satu. Dan kalau ijtihadnya benar, dia mendapat dua pahala sekaligus.
Jadi, boleh atau tidaknya berijtihad itu tidak ditentukan berdasarkan kapan dilakukan ijtihad, zaman dahulu atau zaman sekarang. Tetapi berdasarkan siapa yang melakukan ijtihad itu, apakah dia orang yang memenuhi syarat sebagai mujtahid atau bukan ?
Beulagey imum syafii malem jih, baro jeut di ijtihad, meunyoe hana bek macam macam dijak ijtihad.
Meunyoe S1, S2, S3 hanjeut keu imum syafii lom. Bek sok sok jeut keu imum syafii peugot mazhab droe.
Sebab kalau siapa pun orang masuk ke dalam ranah ijtihad, maka hasilnya pasti akan acak-acakan. Ibaratnya rumah sakit, yang bekerja di dalamnya harus dokter yang punya izin praktek resmi dan sah, bukannya malah rombongan dukun dan tukang santet yang meracau mengaku-ngaku sebagai ahli dalam pengobatan.
*SYARAT IJTIHAD*
1. Berpengetahuan luas tentang Al-Qur’an dan Ulumul-Qur’an (ilmu-ilmu Al-Qur’an) serta segala yang terkait, dalam intelektual maupun spiritual, cerdas dalam masalah hukum.
2. Memiliki ilmu yang cukup dalam mengenai ilmu hadist, terutama soal hukum dan menguasai sumber hukum, sejarah, maksud keterkaitan hadits itu dengan nas-nas Al-Qur’an.
3. Menguasai masalah-masalah atau materi dari pokok yang hukumnya telah sepakati oleh Ijma’ Sahabat dan ulama Salaf (dua generasi setelah para sahabat Rasulullah SAW).
4. Mempunyai wawasan luas tentang Qiyas dan dapat menggunakannya untuk Istimbath (menggali dan menarik kesimpulan) hukum.
5. Menguasai ilmu Ushuluddin (Dasar-dasar ilmu agama), Ilmu Manthiq (ilmu logika), Bahasa Arab dari segala unsur (Nahwu, Sharaf, Balaghah), dengan cukup sempurna.
6. Punya pengetahuan luas tentang Nasikh dan Mansukh (yang menghapus dan yang dihapus). Al-Qur’an plus Asbabun Nuzulnya (sebab-sebab turunnya Al-Qur’an) dan tartib turunnya ayat.
7. Mengetahui secara mendalam Asbabul Wurud (sebab-sebab turun) hadits, ilmu riwayat hadits, dan sejarah para perawi hadits, dan dapat membedakan berbagai macam hadits.
8. Menguasai kaidah-kaidah Ushul Fiqh (Dasar-dasar pemahaman hukum) yang akan di Istimbath-kan untuk menhasilkan hukum.
9. Berpengetahuan lengkap mengenai lima aliran pemikiran dan mempunyai pemahaman kesadaran yang menyeluruh atas realita masa kini, yakni mekanisme, ilmu dan teknologi, cara-cara kerja dari sistem politik dan ekonomi modern, serta kesadaran akan hubungan dan pengaruh mereka terhadap masyarakat budaya dan lingkungan.
10. Harus bersifat adil serta amanah dan taqwa, hidup dalam kesalehan dan kedisiplinan, serta mengenal manusia dan alam sekitarnya.
☝ Coba anda Tunjuk siapa yang punya syarat itu?, Ustad Mana?,
Maka, Wajib kita Bertaqlid Mazhab Para Imam yg 4. Kalo ada yg mengajak langsung kembali kpd Quran dan Hadis tanpa bermazhab dr hasil ijtihad Imam Mazhab, maka ia Bukan bagian dr Pengikut Salaf dan Ibadahnya tdk sesuai dgn Ajaran Nabi.
Wallahu'alam....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar